Asal Mula Nama Daerah Tangerang dan Penduduk Tangerang
Kamis, 24-04-2008 10:02:22 oleh: Ign.
Taat Ujianto Kanal: Iptek
Dulu bernama Tanggeran
Menurut tradisi lisan yang menjadi
pengetahuan masyarakat Tangerang, nama daerah Tengerang dulu dikenal dengan
sebutan Tanggeran yang berasal dari bahasa Sunda yaitu tengger dan perang. Kata
“tengger” dalam bahasa Sunda memiliki arti “tanda” yaitu berupa tugu yang
didirikan sebagai tanda batas wilayah kekuasaan Banten dan VOC, sekitar
pertengahan abad 17. Oleh sebab itu, ada pula yang menyebut Tangerang berasal
dari kata Tanggeran (dengan satu g maupun dobel g). Daerah yang dimaksud berada
di bagian sebelah barat Sungai Cisadane (Kampung Grendeng atau tepatnya di
ujung jalan Otto Iskandar Dinata sekarang). Tugu dibangun oleh Pangeran
Soegiri, salah satu putra Sultan Ageng Tirtayasa. Pada tugu tersebut tertulis
prasasti dalam huruf Arab gundul dengan dialek Banten, yang isinya sebagai
berikut:
Bismillah peget Ingkang Gusti Diningsun
juput parenah kala Sabtu Ping Gasal Sapar Tahun Wau Rengsena Perang nelek
Nangeran Bungas wetan Cipamugas kilen Cidurian Sakebeh Angraksa Sitingsung
Parahyang-Titi
Terjemahan dalam bahasa Indonesia
Dengan nama Allah tetap Maha
Kuasa Dari kami mengambil kesempatan pada hari Sabtu Tanggal 5 Sapar Tahun Wau
Sesudah perang kita memancangkan Tugu Untuk mempertahankan batas Timur
Cipamugas (Cisadane) dan Barat yaitu Cidurian Semua menjaga tanah kaum
Parahyang
Sedangkan istilah “perang” menunjuk
pengertian bahwa daerah tersebut dalam perjalanan sejarah menjadi medan perang
antara Kasultanan Banten dengan tentara VOC. Hal ini makin dibuktikan dengan
adanya keberadaan benteng pertahanan kasultanan Banten di sebelah barat
Cisadane dan benteng pertahanan VOC di sebelah Timur Cisadane. Keberadaan
benteng tersebut juga menjadi dasar bagi sebutan daerah sekitarnya (Tangerang)
sebagai daerah Beteng. Hingga masa pemerintahan kolonial, Tangerang lebih lazim
disebut dengan istilah “Beteng”.
Menurut cerita yang berkembang di
masyarakat, sekitar tahun 1652, benteng pertahanan kasultanan Banten didirikan
oleh tiga maulana (Yudhanegara, Wangsakara dan Santika) yang diangkat oleh
penguasa Banten. Mereka mendirikan pusat pemerintahan kemaulanaan sekaligus
menjadi pusat perlawanan terhadap VOC di daerah Tigaraksa. Sebutan Tigaraksa,
diambil dari sebutan kehormatan kepada tiga maulana sebagai tiga pimpinan (tiga
tiang/pemimpin). Mereka mendapat mandat dari Sultan Agung Tirtoyoso (1651-1680)
melawan VOC yang mencoba menerapkan monopoli dagang yang merugikan Kesultanan
Banten. Namun, dalam pertempuran melawan VOC, ketiga maulana tersebut
berturut-turut gugur satu persatu.
Perubahan sebutan Tangeran menjadi
Tangerang terjadi pada masa daerah Tangeran mulai dikuasai oleh VOC yaitu sejak
ditandatangani perjanjian antara Sultan Haji dan VOC pada tanggal 17 April
1684. Daerah Tangerang seluruhnya masuk kekuasaan Belanda. Kala itu, tentara
Belanda tidak hanya terdiri dari bangsa asli Belanda (bule) tetapi juga
merekrut warga pribumi di antaranya dari Madura dan Makasar yang di antaranya
ditempatkan di sekitar beteng. Tentara kompeni yang berasal dari Makasar tidak
mengenal huruf mati, dan terbiasa menyebut “Tangeran” dengan “Tangerang”. Kesalahan
ejaan dan dialek inilah yang diwariskan hingga kini.